Jumat, 28 September 2012

Stik & Klip



Eits ibu-ibu, jangan buang stik es krim bekas begitu saja. Benda itu bisa dimanfaatkan untuk belajar berhitung buah hati Anda lho. Tapi jangan lupa dicuci sampai bersih ya biar semut-semut tidak mampir. Dijamin, acara belajar bersama buah hati jadi makin asyik. 

Anda bisa mengajak buah hati Anda duduk di teras sore-sore. Persiapakan beberapa materi; lembar kerja (bisa diunduh di sini), stik es krim (bekas/baru), klip warna-warni, pensil dan penghapus. 

Caranya:

  • Pasang sejumlah klip pada stik es krim. Lakukan pada dua stik es krim. 
  • Kemudian minta anak menghitung jumlah klip di setiap stik.
  • Setelah anak selesai mengerjakan, beri dua batang stik lagi dengan jumlah klip yang berbeda.
  • Cukup 10 soal
Bagaimana? Mudah kan? Belajar tak perlu lama-lama. Asal rutin, lama kelamaan anak akan mahir dengan sendirinya.


Selasa, 25 September 2012

Pocong Nonton Tivi


Serem? Jangan salah, buku ini tidak ada serem-seremnya sama sekali. Kumpulan dongeng anak hasil workshop media literasi ini memuat cerita-cerita yang dapat menginspirasi anak-anak supaya mereka mampu memilih mana tayangan yang baik untuk ditonton dan yang kurang layak ditonton. Disajikan dalam gaya penceritaan yang tidak menggurui namun penuh homor, Pocong Nonton Tivi berusaha mengusung visi dan misinya agar pemirsa televisi tidak hanya menonton tayangan namun juga memantau tayangan.

Buku ini cocok untuk anak-anak. Untuk yang masih di bawah umur, orangtua bisa membacakan/mendongengkan sebelum tidur. Sedangkan untuk anak-anak yang lebih besar, mereka bisa membacanya seusai pulang sekolah.

Pocong Nonton Tivi tidak di jual di toko buku, bila ingin memilikinya cukup hubungi saya atau Mbak Latree Manohara. Atau bisa kirim email di prima.kusumajati84@gmail.com


Senin, 24 September 2012

Pembatas Buku Monster

Bahan:
  • Kertas kado bekas ukuran 15 x 15 cm
  • Kertas asturo warna ukuran 6,5 x 6,5 cm
Alat:
  • Lem stik
  • Gunting
  • Spidol
Cara membuat:
Bisa dilihat pada gambar di bawah!



Yuk dicoba di rumah!! :))


Melengkapi Pohon


Minggu lalu saya mengajak Idam membuat pohon. Saya sudah membuat batang, dahan dan ranting terlebih dahulu. Kemudian saya ajak Idam untuk membuat daun hingga menutupi dahan dan ranting. Begitulah hasilnya. Keren!


Sabtu, 15 September 2012

Bendera Angka

Media untuk belajar berhitung bagi anak-anak itu banyak sekali. Seandainya ibu-ibu atau guru-guru TK lebih banyak mencaritahu, pasti anak-anak tidak lekas bosan dalam belajar berhitung. 

Media belajar berhitung dapat dibuat sendiri atau membeli. Bila orangtua tidak sibuk, disarankan untuk membuat sendiri karena lebih murah. Kali ini saya akan berbagi cara membuat media berhitung untuk anak-anak Anda. Saya beri nama Bendera Angka.

Bahan yang kita butuhkan; kawat bulu, gunting, solatip bening, kertas, tang, dan manik sedang dengan lubang kecil. Lihat gambar di bawah ini!


Cara membuatnya mudah sekali:

  • Potong kawat bulu sepanjang 15 cm. Buat sebanyak 10 buah.
  • Potong kertas berbentuk persegi dengan sisi 1,5 cm kemudian potong dan beri nomor 1 - 10.
  • Tempelkan masing-masing nomor pada ujung kawat bulu dengan solatip bening.
  • Bisa kita lihat contoh pada gambar di bawah!

Bagus bukan? :)) Minta anak untuk memasukkan sejumlah manik ke dalam kawat bulu sesuai dengan angka yang tertera di ujung. 





Kamis, 13 September 2012

Genggam Dan Hitung

Belajar berhitung untuk anak-anak tidak selalu sulit. Orangtualah yang kadang-kadang membuatnya rumit lantaran tak sabar anak-anak mereka segera menguasai materi. Perlu diingat bahwa anak-anak tidak seperti orang yang dewasa yang bisa berpikir secara kompleks. 

Menyajikan soal berhitung pada kertas, mungkin akan membuat anak Anda bosan. Jadi, Anda sebagai orangtua sebaiknya banyak mencari tahu tentang variasi-variasi lain dalam menyajikan soal. Anak-anak sebaiknya belajar melalui media agar seluruh fungsi tubuhnya menjadi aktif. Kali ini saya akan bagi-bagi sedikit tips tentang belajar berhitung untuk anak-anak TK-Kelas 1 SD.

Materi ini saya sajikan pada Nisa tadi sore dan dia lebih antusias ketimbang sebelumnya saat soal saya sajikan pada kertas. Materi yang kita butuhkan mudah dicari dan bisa diganti dengan benda-benda yang ada di sekitar kita. Jadi tak perlu membeli mahal-mahal. 

Yang kita butuhkan:
  • Benda yang mudah digenggam, bisa batu, kelereng, atau manik-manik seperti pada gambar. Bila tidak ada, Anda bisa menggunakan bawang putih/merah.
  • Wadah
  • Lembar jawaban. Bisa diunduh di sini
Langkah-langkah:
  • Minta anak untuk memasukkan tangannya ke dalam wadah lalu menggenggam materi (kelereng, manik, bawang, dsb)
  • Kemudian perintahkan agar tangan diangkat dan genggaman dibuka di atas meja.
  • Anak harus menghitung benda yang dia genggam
  • Lalu menuliskan di lembar jawaban




Gampang kan? Dijamin belajar akan lebih menyenangkan :))


Rabu, 12 September 2012

Nisa Belajar Membuat Kalimat

Nisa tidak pernah menggunakan kalimat yang baik ketika mengungkapkan sesuatu. Awalnya kebiasaan ini dibiarkan, terutama oleh orang-orang rumah. Misalnya, ketika dia ingin minum susu, Nisa cukup berkata, "Susu!" dan semua orang rumah tahu bahwa dia menginginkan susu. Pengasuh langsung ke dapur dan membuatkan susu. Begitu pula ketika dia ingin kencing, Nisa hanya berkata "Pipis!" lalu masuk ke kamar mandi. 

Hal-hal semacam ini bagi anak autis memang sering terjadi. Kebanyakan mereka memiliki perbendaharaan kata yang sangat banyak namun kesulitan untuk menggunakannya. Selain itu mereka juga punya perilaku membeo (kecenderungan untuk menirukan apa yang diucapkan orang). Nisa akan membeo kalau dia tidak tahu harus menjawab apa.

Tugas ini begitu sulit pada awalnya. Saya sampai patah hati berkali-kali mengajari Nisa mengucapkan kalimat dengan baik. Untunglah dia anak yang cerdas sehingga dengan latihan yang rutin, Nisa bisa menguasai materi. Nah belakangan ini, di sekolah, Nisa belajar membuat kalimat-kalimat sederhana seperti "Ibu pergi ke pasar", "Bapak membaca koran", dsb. 

Yang unik di sini adalah Nisa tidak menggunakan nama-nama yang selayaknya. Dia menggunakan istilah-istilah komputer dan game untuk menamai subyeknya seperti Maya II, Gamma Core, Dorsal Minor, dsb. Haha saya jadi geli sendiri sebenarnya, tapi tidak masalah. Nisa punya keinginan untuk belajar dengan baik meski dengan cara yang aneh.

Kalian ingin tahu apa yang dia tulis saat saya memintanya membuat 10 kalimat sederhana? Simak yang berikut ini:
  1. Viceroy VII minum vitamin
  2. Gamma Core makan burger
  3. Lexicon Delta pergi ke kampus
  4. Dorsal Minor mencuci sepeda
  5. Verintria XII memasak nasi goreng
  6. Maya II sedang melukis
  7. Viragoceti merusak tirai
  8. Gamma Core membersihkan kamar
  9. Viragoceti lari seperti kuda
  10. Channon Doa bermain tangram X
Hahaha, begitulah.. Tidak masalah buat saya. Justru saya banyak tahu istilah-istilah game yang dia mainkan untuk mengambilalih konsentrasinya. Nisa mungkin akan cuek ketika bertemu orang dan orang itu tidak menarik buatnya. Tapi ketika orang tersebut mengetahui istilah-istilah yang ada dalam komputer, maka Nisa akan mendekati orang itu dan dengan sukarela memperhatikan :))





Kamis, 06 September 2012

Percakapan Nisa Dan Tetangga


Hmmm.. Masih ingat Nisa? Murid saya, 7 tahun, penyandang autis. 
Sejak bersekolah, progress Nisa sangat bagus. Interaksi dengan teman sebaya dan gurunya membuat dia memiliki kosakata-kosakata baru. Selain itu, Nisa jadi lebih fokus terhadap orang lain. Tidak seperti dulu, fokusnya hanya komputer.

Kemarin sore, seusai terapi Nisa tiba-tiba keluar dari rumah. Ya, masalah keluar dari rumah itu sangat berbahaya buat kita semua. Terutama ibunya, lantaran dulu Nisa pernah hilang di Jogja. Sore itu Mak Mi (pengasuhnya) sedang sibuk mengurus galon-galon air yang baru saja diantar. Saya sendiri masih membereskan materi-materi pelajaran Nisa. Tak seorang pun yang awas. Nisa menyelinap dari rumah diam-diam. Saya baru sadar ketika Mak Mi berteriak, "Bu Prima tolong itu Nisa keluar rumah!".

Saya berlari keluar dan berhenti mendadak di depan pagar. Nisa sedang berdiri di depan rumah tetangga. Tepat di depan rumah. Pemilik rumah sedang menyiram bunga. Nisa hanya memperhatikan. Lalu saya panggil dia, "Nisa, kemari!". Nisa tidak menghiraukan perintah saya. Saya pun menghampirinya.

Lalu tetangga itu bertanya, "Hai Nisa, kamu kelas berapa?". Nisa langsung menjawab, "Kelas satu!". Saya terkejut bukan main. Nisa berkomunikasi dengan orang asing yang belum ia kenal tanpa canggung. Tanpa membeo (echolalia). Seorang pria pula. Ini sungguh luar biasa. Tak sadar saya menitikkan airmata. Sampai di rumah saya peluk dia sambil berbisik, "Anak pintar!"

Malamnya, saya ngobrol dengan ibunya. Saya ceritakan kejadian sore hari yang membuat saya terkejut. Ibunya tak kalah terkejut. Namun masih ada sedikit bimbang. Saya jelaskan pelan-pelan bahwa Nisa sudah beranjak dewasa. Bagaimanapun juga dia butuh berinteraksi dengan orang lain seperti orang kebanyakan. Dia harus berlatih mengenal kondisi sekitar rumah. Lingkungannya yang terdekat. Hal ini akan sangat membantunya di kemudian hari.

Ibu Nisa masih takut keberadaan Nisa mengganggu orang lain. Ya, kendali perilaku memang masih kurang. Lebih-lebih kalau dia melihat gadget. Bisa langsung direbut. Tapi saya pikir, semua bisa diatasi. 

Saya senang. Cukup puas. Meski belum teramat puas dengan progress yang ada. Namun, kejadian ini membuat saya lebih semangat untuk menjadikan Nisa lebih baik lagi dari sekarang. 


Sabtu, 01 September 2012

Belajar Berhitung Sambil Bermain


Menemani anak belajar berhitung tak harus serius. Anda dan anak tak perlu berhadapan di meja layaknya polisi yang sedang memeriksa tersangka lantaran hal itu justru membuat materi berhitung menjadi tampak menakutkan. Anak-anak pada dasarnya malas dengan sesuatu yang sifatnya serius dan menegangkan dalam hal belajar. Sebaliknya, materi yang disajikan secara aplikatif biasanya justru lebih cepat diserap dengan baik ketimbang materi yang disajikan secara serius.

Kali ini saya akan berbagi tips mengajari anak belajar berhitung dengan permainan dakon (di Jawa Tengah disebut begitu). Permainan tradisional ini banyak sekali manfaatnya. Sayang sekali, orangtua jaman sekarang sudah mulai meninggalkan permainan-permainan seperti ini. Mereka lebih suka memberikan gadget pada anak mereka dengan banyak alasan. Padahal segala sesuatu yang berbau modern kadangkala tidak selamanya baik. 

Ada banyak aspek perkembangan yang bisa dilatih ketika kita menggunakan permainan tradisional sebagai media belajar. Contohnya pada permainan dakon ini. Meskipun sederhana dan hanya mengandung dua unsur (papan dan biji dakon) namun ketika anak mulai memegang biji dakon dan mulai menempatkannya pada lubang, banyak aspek yang berkembang antara lain motorik halus, visual motorik, dan memori. 

Selain beberapa aspek di atas, anak juga belajar untuk berinteraksi dengan orang lain, melatih kesabaran dalam menunggu giliran, belajar sportif menerima kemenangan dan kekalahan tanpa harus membenci. Saya kira manfaatnya tidak bisa disamakan ketika anak bermain dakon melalui komputer. Meskipun banyak aplikasi permainan serupa yang disajikan di komputer, bisakah aplikasi permainan itu memenuhi kebutuhan perkembangan anak-anak. Saya rasa tidak. 

Intinya mungkin sama, belajar berhitung melalui media permainan. Namun, proses yang dilalui anak akan berbeda ketika mereka bermain dengan teman/orangtuan dibanding bermain di komputer/melawan komputer.

Sayangilah anak-anak Anda dengan melakukan pendampingan.


Rico Dan Upacara Hari Senin


Namanya Rico. Umur 10 tahun, suka baca komik Kariage-Kun, suka main lego, suka makan, berat badan 65 kg, dan semua ukuran pakaiannya LL. Haha.. Rico ini murid saya dan sudah tiga tahun saya menjadi guru les sekaligus teman curhat. Saya bertemu Rico pertama kali di sekolahnya. Waktu itu saya sedang mengikuti praktek minor psikologi pendidikan. Selama praktek, saya diwajibkan menangani satu kasus yang berkaitan dengan psikologi pendidikan.

Setelah melakukan observasi, wawancara, dan mempelajari data-data dari sekolah, saya disarankan menangani Rico dengan kasus underachievement. Mengapa demikian? Karena ternyata Rico memiliki IQ yang cukup tinggi namun mengalami kesulitan dalam mengaktualkan potensi yang dia miliki. Kalau tidak salah, Rico memiliki skor IQ 125/127 (saya agak lupa) namun prestasi di sekolah tidak menunjukkan potensi yang seharusnya. Dia berada di peringkat bawah. Aneh ya?!

Saya dan Rico langsung cocok, dan setelah penelitian berakhir, Mamanya meminta saya menjadi guru les Rico-mengingat Rico tidak mudah dekat dengan orang baru. Dan, sampai hari ini.

Baru-baru ini saya mendapat cerita dari Rico. Beginilah kisahnya, mari kita simak. Di suatu Senin, Rico lupa membawa topi dan dasi padahal dia harus mengikuti upacara. Bukan Rico namanya kalau tak banyak akal. Entahlah, padahal sebenarnya mudah bagi dia untuk menelpon rumah dan meminta Pakde mengantar topi dan dasi ke sekolah. Tapi, dia tidak melakukannya. Dia duduk termangu, mencari akal, berusaha menemukan cara yang menurutnya bisa menjadi solusi. Dan, AHA!

Rico mengeluarkan buku dari dalam tas, menyobek kertas, dan mulai melakukan sesuatu. Dia membuat topi dan dasi dari kertas, lengkap dengan lencana dan nama sekolahnya. Diguntingnya topi dan dasi dengan rapi. Setelah keduanya jadi, Rico memakai topi dan memasang dasi dengan solatip. Topi dan dasi berwarna putih itu dirasa menjadi jalan keluar yang baik meski ia ditertawakan teman-temannya.

Semua murid memperhatikan saat Rico melenggang dengan santai menuju lapangan. Beberapa guru melontrakan kometar sambil tertawa, “Kamu kok kreatif banget sih?!”. Rico mengikuti upacara seperti tidak terjadi apa-apa. Dia berdiri di barisan depan dengan topi dan dasi warna putihnya, mengikuti upacara sampai selesai, dan akhirnya dia dipanggil guru. Rico dihukum.

“Kenapa aku dihukum?” tanya Rico.

“Karena kamu tidak pakai dasi dan topi,” ujar gurunya.

“Tapi aku pakai, ini topi dan dasiku,” sanggahnya.

“Rico, topi dan dasimu warnanya putih, bukan merah,” kata gurunya kemudian.

“Ya udah, aku warnai merah ya? Aku nggak jadi dihukum kan?”

“…..”


Hari Down Syndrom Sedunia


Tanggal 21 Maret ditetapkan sebagai Hari Down Syndrom Sedunia dan berkaitan dengan hal itu, saya ingin berbagi informasi tentang Down Syndrom. Apa sih sebenarnya Down Syndrom itu?

Down Syndrom merupakan keadaan dimana individu mengalami abnormalitas kromosom yang paling umum menyebabkan retardasi mental, ditandai oleh adanya kelebihan kromosom sehingga menyebabkan kromosom berjumlah 47, bukan 46 seperti yang terdapat pada individu normal.

Abnormalitas kromosom akan lebih sering terjadi seiring dengan bertambahnya usia orang tua. Biasanya, pasangan yang  berada pada usia pertengahan 30 atau lebih yang sedang menantikan kehadiran anak, sering menjalani tes genetis prenatal untuk mendeteksi abnormalitas genetis termasuk Down Syndrom. Pada sebagian besar kasus, Down Syndrom disebabkan oleh kerusakan kromosom ibu.

Tahukah kalian kalau individu dengan Down Syndrom memiliki ciri-ciri fisik yang sangat nyata seperti; wajah bulat, lebar, hidung datar, dan adanya lipatan kecil yang mengarah ke bawah pada kulit di bagian ujung mata yang memberikan kesan mata sipit. Lidah yang menonjol, tangan yang kecil dan berbentuk segi empat dengan jari-jari pendek.  Hampir semua anak ini mengalami retardasi mental dan banyak yang mengalami masalah fisik seperti gangguan pada jantung dan pernafasan. Sebagian besar meninggal pada usia pertengahan.

Anak-anak ini menderita berbagai defisit dalam belajar dan perkembangan. Mereka cenderung tidak terkoordinasi dengan baik,  dan kurang memiliki tekanan pada otot yang cukup sehingga sulit untuk melakukan tugas-tugas fisik dan terlibat dalam permainan seperti anak-anak pada umumnya. Memori jangka pendeknya juga buruk. Mereka biasanya impulsif, kurang mampu mempertahankan perhatian, dan beberapa ada yang agresif. Namun beberapa dari mereka dapat belajar dengan baik, membaca, menulis, dan mengerjakan tugas-tugas aritmatika sederhana bila memeperoleh pendidikan dan dukungan yang baik. Hah, lumayan sulit ya tampaknya memperlakukan mereka.

Intinya mungkin masalah penerimaan orang tua pada kondisi anak, tidak melakukan pengingkaran dan rajin mencari info tentang intervensi-intervensi yang dapat membantu mereka. Saya sendiri belakangan telah melakukan penelitian pada anak-anak ini untuk tesis. Saya sedang mendalami satu intervensi untuk membantu anak-anak berkebutuhan khusus melakukan tugas-tugas fisik sehari-hari seperti berpakaian, makan, minum, toilet training dan beberapa aktivitas lain. Seru. Banyak belajar. Banyak kenalan. Banyak teman. Dan tentu saja banyak bersyukur. Rasanya malu bila mengeluh mengingat anak-anak dengan keterbatasan seperti mereka memiliki semangat yang jauh lebih besar untuk hidup mandiri.

Selamat hari Down Syndrom sedunia, semoga masyarakat menjadi lebih peduli pada anak-anak/individu berkebutuhan khusus, memberikan banyak kesempatan bagi mereka untuk melebur dalam masyarakat dan menjadi bagian dari komunitas.


Hari Pertama Nisa Sekolah


Setelah empat bulan bersama Nisa, kini saya tak lagi jadi ‘morning person‘ yang harus bergegas pagi-pagi layaknya orang kantoran. Kemarin, tanggal 16 Juli 2012 Nisa resmi masuk sekolah. Orang tuanya cemas. Saya pun demikian. Tetapi, saya sudah meyakinkan diri sendiri bahwa usaha saya selama empat bulan untuk memperbaiki perilaku Nisa tidak akan sia-sia.

Lantaran tak ingin melewatkan momentum penting ini, saya melakukan pendampingan di hari pertama Nisa sekolah. Nisa rewel di rumah. Itu wajar. Anak autis dikuasai ritual. “Belajar dengan Bu Prima?” tanya Nisa pada Bunda. “Tidak. Hari ini Nisa masuk sekolah. Ada upacara.”

Setelah melewati rengekan panjang, Nisa sampai di sekolah. Mengikuti upacara beberapa menit, lalu jalan-jalan sesuka hati. Saya takjub. Dalam balutan seragam putih-merah, Nisa tampak lain. Dia tak seperti anak berkebutuhan khusus. Begitu melihat saya, Nisa langsung menghampiri dan bertanya, “Main domino dinosurus? Tangram?”. Saya menggeleng lalu berlutut di depannya. “Hari ini Nisa belajar di sini. Nanti siang Nisa belajar sama Bu Prima di rumah. Oke?”. Gadis kecil berusia enam tahun itu tidak menatap saya, lalu pergi.

Beberapa kali Nisa keluar dari kelas. Gurunya kewalahan. Saya hampiri guru laki-laki itu. Saya minta agar dia menggunakan kalimat perintah yang jelas pada Nisa. Entah belum pernah menangani anak autis atau bagaimana, saya sangat prihatin dengan guru-guru di sana. Mereka memperlakukan Nisa seperti anak-anak keterbelakangan mental kebanyakan. Padahal hal itu malahan tidak membuat Nisa nyaman lantaran gadis penyuka warna merah muda ini tidak paham dengan kalimat yang bertele-tele.

Sebagai penyandang autis, Nisa dianugerahi sebuah kelebihan dalam bidang komputer. Di usia empat tahun, Nisa sudah bisa meng-install program ke dalam komputer. Berlanjut kemudian melenyapkan semua data dan menghadirkannya kembali bila diminta. Sampai pada kegemarannya menggambar dan menciptakan permainan sendiri. Daya ingatnya sangat tinggi dan dia belajar dari kesalahan. Instruksi-instruksi dari komputer mempermudah materi masuk dalam ingatan, namun sayang sekali bukan dalam pemahaman. Misalnya; sebuah pertanyaan disajikan pada komputer, “Siapa yang bertugas mengantar surat?” dengan empat pilihan jawaban, a. Polisi b. Tukang Pos c. Pedagang d. Guru maka Nisa akan trial & error mencoba semua jawaban sampai dia tahu bahwa jawaban yang benar adalah ‘tukang pos’. Namun, ketika pertanyaan tersebut disajikan dalam bentuk soal cerita atau dia bertemu dengan tukang pos betulan, Nisa tidak mampu menjawab dengan benar. Itulah kenapa generalisasi dalam sebuah terapi diperlukan agar anak-anak semacam ini tidak kaku seperti robot.

Interaksi sosial dengan orang lain diharapkan dapat membantu anak mempelajari situasi-situasi baru dan mudah beradaptasi. Hal itu yang sebenarnya mendasari kenapa Nisa dimasukkan ke sekolah. Agar Nisa terbiasa dengan interaksi  karena di rumah proses interaksi sosial tidak berjalan dengan baik. Sehari-hari (setelah sesi terapi dengan saya selesai) Nisa diasuh pembantu yang usianya mendekati 40 tahun. Dari desa. Tidak begitu paham dengan kondisi Nisa. Bertugas melayani tanpa banyak bicara. Bundanya seorang dosen dan sedang menempuh kuliah S3 di Jogja yang memaksanya berangkat pagi pulang larut. Sedang bapaknya berwiraswasta.

Keputusan untuk bersekolah sebetulnya tidak saya sarankan bila itu bertujuan untuk pencapaian prestasi akademik. Nisa tidak butuh itu. Nisa hanya butuh mengembangkan apa yang sudah dia miliki sekarang sebagai bekal bertahan hidup nanti. Namun, orang tua awam mana yang ingin anaknya tidak sekolah?

Hari pertama sekolah kemarin, diakhiri dengan kelelahan. Rencana terapi yang saya jadwalkan siang terpaksa dibatalkan karena saya tidak tega, meski Bundanya memberitahu bahwa Nisa menanyakan saya terus. Sebaiknya memang Nisa istirahat sampai dia bisa menyesuaikan diri dengan rutinitas barunya.


Prakarya Bulu Binatang



Ada banyak cara mengajak anak-anak bermain, salah satunya membuat prakarya. Tak harus yang rumit. Contohnya, menempel bulu domba. Prakarya ini bisa diberikan pada anak di atas usia 3 tahun. Untuk bahannya:
  • Pola binatang
  • Kertas tebal (karton, kardus susu bekas, kardus air mineral)
  • Cotton ball (bisa dibeli di apotik/supermarket)
  • Lem
  • Pita

Cara membuatnya sangat gampang:
  • Potong pola binatang berbulu (domba, kucing, kelinci, anjing, dll) lalu tempelkan pada kertas tebal. Pola binatang bisa didapatkan di internet lalu dicetak. Bisa juga digambar sendiri kalau Anda bersedia lebih repot.
  • Tempelkan cotton ball pada bagian bulu binatang dengan lem. Beri satu contoh lalu biarkan anak melakukannya sendiri. Untuk anak-anak yang lebih besar dan sudah bisa menggunakan gunting, mereka bisa memulai prakarya dari memotong pola binatang.
  • Setelah cotton ball tertempel, beri hiasan pita di bagian leher atau telinga binatang.

Mudah bukan? Saya sudah mencobanya dengan murid-murid. Jadi, kenapa harus menunggu lama untuk membuatnya bersama anak Anda? Selamat berakhir pekan.


Bijak Mengajari Anak Menulis


Belajar menulis itu tidak mudah lho. Sebelum mengajari anak Anda menulis, ada hal yang harus Anda lakukan. Coba bayangkan Anda baru saja terkena stroke, lumpuh, tangan Anda tidak berfungsi. Ketika terapis datang dan mencoba membantu Anda, yang terjadi adalah perasaan frustasi. Ya, belajar itu sulit, butuh metode serta penanganan yang tepat dan sabar.

Hal tersebut tak jauh beda ketika Anda mengajari anak menulis. Ribet. Anda seringkali dibuat jengkel dan tak sabar. Ujung-ujungnya Anda marah karena anak tidak becus melalukan hal-hal sederhana. Tapi, itu kan dari sudut pandang Anda yang sudah terlatih menulis. Anda lupa bahwa anak Anda baru saja belajar. Jangan sampai hal ini membuat anak merasa frustasi lalu mogok dan tidak mau mencoba lagi.

Saya mau bagi-bagi tips ringan seputar mengajari anak menulis. Sebelum itu, perlu diingat bahwa semua proses belajar memerlukan kesiapan, latihan, dan efek dari sebuah proses. Kesiapan berkaitan erat dengan kematangan fisiologis. Anak-anak yang terlampau muda ya jangan dipaksa untuk memegang pensil. Akibatnya bisa cidera. Tidak adanya kesiapan dapat menyebabkan kegagalan yang berulang.

Latihan dilakukan untuk memperkuat antara stimulus dan respon sehingga anak terbiasa. Paling penting adalah efek yang diberikan, respon positif akan membuat anak mengulangi perilakunya. Sedangkan respon negatif akan melemahkan perilaku anak.

Tangan anak-anak umumnya masih kaku. Sedangkan menulis butuh keahlian tertentu untuk menggerakkan tangan meliputi memegang pensil dengan benar, gerakan maju-mundur, ke kiri – ke kanan, membuat garis lengkung, menekan pensil dll. Langkah awalnya, ajari anak meremas-remas playdoh atau meremas kertas hingga menjadi gumpalan kecil. Kegiatan ini membantu anak untuk terbiasa menggenggam dan memegang pensil dengan benar.

Langkah kedua adalah mencocok. Sediakan bantalan dan alat cocok (alat bisa di beli di toko). Tapi tidak harus membeli. Bisa menggunakan bantal yang tidak terpakai dan benda yang ujungnya runcing seperti bolpen/pensil. Kegiatan ini harus diawasi penuh. Buat titik-titik besar pada kertas, beri jeda. Untuk permulaan, 5 – 10 titik dengan jarak 3 cm. Langkah ini dimaksudkan untuk latihan konsentrasi dan membantu memberikan tekanan pada tulisan. Titik-titik bisa ditambah bila anak sudah menguasai.

Setelah anak menguasai tahap ini. Ajari anak menarik garis. Buat dua titik dengan jarak tertentu, lalu minta anak menarik dari dari kiri ke kanan atau atas ke bawah. Langkah ini sebagai pedoman menulis huruf atau angka. Kemudian kombinasikan dengan membuat garis lengkung. Tahap ini bisa dilakukan di mana saja. Misal pada pasir, pada kaca yang berembun, atau pada loyang yang dilumuri tepung.

Langkah keempat. Gunakan buku kotak besar untuk belajar membuat angka dan huruf. Perhatikan juga pensilnya, untuk anak-anak yang lebih kecil gunakan pensil segitiga (bisa dibeli di toko, Faber Castle juga menyediakan). Untuk menulis angka 1, dst. buat pola angka dengan titik-titik, sehingga anak belajar untuk mengenal pola angka. Hal ini berlaku pula saat membuat huruf.

Ulang kegiatan sampai anak menguasai tugas. Tak perlu lama-lama belajar. Setiap hari 15-30 menit saja. Selingi dengan kegiatan bermain agar anak tidak bosan. Bisa juga berikan hadiah (stiker, permen, atau mainan) bila anak berhasil melakukannya dengan baik.
Yah, kira-kira begitu tips singkat mengajari anak menulis. Bisa segera dipraktikkan. Jadi, belajar menulis tak harus dilakukan di PAUD/TK. Di rumah pun bisa.


Pentingnya Self Care Bagi Anak


Orang tua kadang lupa betapa penting kegiatan merawat diri bagi anak-anak yang akan masuk ke sekolah. Sayangnya, fokus orang tua lebih tertuju pada materi-materi di luar itu. Baca, tulis, hitung misalnya. Para ibu gila-gilaan mengupayakan agar sebelum masuk sekolah anak-anak mereka sudah menguasai materi-materi tersebut. Tentu saja dengan berbagai cara, mulai dari mengajari sendiri bagi yang mampu dan mencarikan guru les bagi yang tidak mampu. Tuntutan dari Sekolah Dasar (SD) yang cukup berat itu membuat materi-materi esensial terlupa.

Self care atau kegiatan merawat diri belakangan banyak dilupakan orang tua maupun sekolah. Kegiatan merawat diri ini meliputi; kemampuan berpakaian, aktivitas makan-minum, sikat gigi, memakai sepatu, cuci tangan, toilet training dan lain sebagainya yang dilakukan secara mandiri. Secara tidak langsung, kegiatan merawat diri ini mempengaruhi harga diri anak. Tentu saja, anak-anak yang sudah bisa merawat diri sendiri akan lebih percaya diri dari anak-anak yang belum mampu. Harga diri yang baik akan berpengaruh pada sosialisasi dengan lingkungan. Anak-anak dengan harga diri yang tinggi dapat dengan mudah beradaptasi dengan lingkungan baru dan menciptakan kontak sosial dengan orang lain.

Saya sendiri sebagai terapis punya beberapa pengalaman dengan hal ini. Sebagian besar orang tua mempercayakan anak-anaknya pada saya tak lain lantaran ingin anak-anak mereka menguasai tugas-tugas perkembangan yang belum dikuasai. Ya, bisa ditebak. Tugas yang dimaksud biasanya seputar kekurangan mereka di bidang akademik.  “Anak saya belum bisa baca, Bu!”, “Si Anu belum bisa menulis, tapi membaca bisa.” bla..bla..bla..

Anak-anak ditekan untuk belajar secara akademis tapi tidak untuk belajar hidup dalam lingkungan yang semestinya. Kadang-kadang saya prihatin, murid-murid yang memang sudah terdiagnosa retardasi mental pun masih dibebani dengan serangkaian tugas akademik. Tak sedikit yang datang dengan menggunakan pempers, tidak bisa menggunakan sendok garpu, dan tak bisa pakai baju sendiri.

Saya punya cerita waktu saya kecil, ada teman di kelas yang pernah berak di kelas karena tidak bisa cebok. Suatu hari kami sedang mengikuti pelajaran menyalin tulisan di papan tulis. Anak-anak sibuk dengan bukunya sendiri-sendiri. Seorang anak laki-laki yang duduk di bangku sebelah saya berkeringat dingin. Bajunya basah dan wajahnya pucat. Saya awalnya tidak tahu apa yang terjadi. Sampai ada teman yang berseloroh, “Ada yang ngobrok (berak), Bu!”.

Bu guru menghampiri anak yang berseloroh tadi lalu mendapati bau berada di sebelah saya. Anak laki-laki itu kaku. Dia tidak menulis, tidak juga menoleh. Sampai bu guru menemduga bahwa bau itu berasal dari tempatnya. Celananya sudah kotor, kursi basah. Dia mencret. Anak laki-laki itu dibawa ke UKS setelah kotorannya dibersihkan.

Setelah kejadian itu, anak laki-laki itu dapat julukan “Tukang Ngobrok” dari salah seorang teman yang superior di kelas. Si Tukang Ngobrok jadi bulan-bulanan sampai kami lulus dan dia menjadi semakin inferior.

Sepenggal cerita itu mungkin banyak dialami anak-anak dan efeknya bisa dibilang tidak ringan. Label yang dibawa, harga diri, pergaulan, prestasi, semua akan dipengaruhi. Padahal itu hanyalah hal kecil yang terjadi dalam hidup.

Itulah kenapa saya selalu menekankan pada orang tua yang hendak memasukkan anaknya sekolah atau sedang menempuh jenjang PAUD/TK agar tidak melupakan pentingnya merawat diri. Di Primakids Learning Center, untuk anak-anak retardasi mental atau slow learner saya lebih suka mengajari hal-hal praktis yang berguna bagi kehidupan sehari-hari seperti memakai sepatu, memakai baju, makan bersama, cebok, membaca jam, menggunakan uang, mengenakan tas punggung, kegiatan-kegiatan okupasi dan menggunakan sisir.

Saya kira hal-hal yang barangkali dianggap sepele ini akan selalu berguna sampai kita tua nanti untuk bertahan hidup.