Rabu, 24 Oktober 2012

Larangan Dalam Mengajar

Oleh: Steven David Horwich
Seorang penulis dan pendidik dari Amerika
(diterjemahkan oleh Catastrova Prima)

Homeschooling merupakan tantangan besar bagi orangtua dan anak-anaknya yang menjadi pelaku homeschooling. Coba bayangkan bila orangtua harus menjadi seorang guru ahli. Oleh karena hal itu, Anda sebagai orangtua pun ingin menjadi guru yang baik.

Berikut adalah beberapa larangan yang harus diperhatikan saat Anda memulai petualangan mengajar:
  1. Jangan membatasi anak. Dengarkan, dan ketika anak mengekspresikan minatnya pada suatu hal, sebisa mungkin berikan banyak masukan tentang materi yang sedang mereka minati. Anda bisa memberinya beberapa contoh dan meminta anak memilih satu atau dua materi yang mereka sukai. Mungkin akan membuang waktu dan materi. Namun ketertarikan mereka terhadap suatu hal, barangkali akan berguna untuk kehidupan mereka, mungkin juga memberi mereka kebahagiaan dan rasa aman tersendiri. Inilah salah satu keuntungan homeschooling, kita bisa memberikan materi pelajaran secara fleksibel yang dapat disesuaikan dengan minat anak. Anak akan belajar lebih giat untuk sesuatu yang mereka minati daripada yang tidak.
  2. Jangan menyepelekan. Semakin besar tanggung jawab yang diberikan pada anak, mereka akan lebih giat belajar. Kita sering kali banyak berharap dari anak-anak, namun kita jarang memberi mereka wewenang untuk bertanggung jawab. Anda mungkin tidak suka ketika Anda diminta melakukan sesuatu tetapi tidak diberikan kebebasan untuk melakukannya dengan cara Anda sendiri. Begitu juga dengan anak Anda. Sebuah tahapan, di mana kita memberikan otoritas penuh kepada anak atas pendidikan mereka, memberdayakan dan mempersiapkan mereka untuk kehidupan mendatang. Dengan begitu kita membuat mereka bertanggung jawab penuh atas diri mereka sendiri untuk menjadi "dewasa". Begitulah yang seharusnya Anda lakukan.
  3. Jangan mengedit atau mengkritik usaha kreatif anak Anda. Kreativitas adalah hal yang sangat pribadi. Sebuah karya kreatif merupakan bagian dari diri seseorang yang menciptakannya, yang dibagikan pada dunia. Oleh karena itu, sebuah kreativitas yang rapuh bisa mempengaruhi suatu kualitas. Ketidaksetujuan pada waktu yang salah dapat menghambat kreativitas. Membantu memperbaiki ejaan dalam latihan penulisan kreatif, "membantu" dengan memberikan ide-ide, plot, melodi, atau memberitahu anak bahwa ide-ide mereka sendiri tidak cukup, atau tak cukup baik dapat menumpulkan minat siswa. Berilah mereka kesempatan untuk bereksperimen, hampir semua orang bisa menjadi seorang seniman. Dalam seni, studi dan pengalaman (eksposur dan praktek) menghasilkan keahlian jauh lebih baik daripada memberikan kritik. Seorang seniman mampu membuat lebih banyak karya daripada mereka yang "dilatih" untuk meragukan wawasan dan kertampilan mereka sendiri.
Anjurannya, mendengarkan, menjawab pertanyaan, menyediakan sumber daya dan peluang, serta memberikan pujian akan karya mereka. Larangan dan anjuran ini akan menjadikan Anda sebagai guru yang sangat baik seumur hidup.

Steven David Horwich has been both a professional and award-winning writer and educator for over 40 years. To learn more about his ideas, and to take a look at the home studies he created for homeschool use, go to www.connectthethoughts.com



Minggu, 21 Oktober 2012

HOMESCHOOL BUKAN “PENDIDIKAN ALTERNATIF”



Oleh: Steven David Horwich
Seorang penulis dan pendidik dari Amerika
(diterjemahkan oleh Catastrova Prima)

Belakangan ini homeschooling dipandang sebagai pendekatan "pendidikan alternatif". Guru, persatuan guru, politisi, dan "gerombolan-gerombolannya" berusaha meyakinkan kita bahwa homeschooling itu tidak "normal", tidak "standar". Homeschooling dipandang sebagai pendidikan "pinggiran”. Dan, siapakah pelaku homeschooling? Mereka menganggap bahwa pelaku homeschooling sebagian besar adalah orang-orang yang fanatik terhadap agama, "anak-anak bermasalah" yang dianggap terlalu berbahaya serta anak-anak yang tergolong lambat di sekolah.

Mari kita singkirkan omong kosong itu!

Secara historis, sekolah merupakan sebuah "alternatif". Hingga abad ke-20 sekolah hanya berkembang di beberapa tempat. Di sekolah, umumnya, tingkat pengetahuan siswa sangat rendah. Guru-guru dipandang sebagai gudang pengetahuan, sayang sekali sekolah justru tidak memberikan perhatian yang cukup tinggi pada guru-guru. Inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa guru dan persatuan guru bersikeras memperjuangkan kenaikan gaji, lantaran guru sudah terlalu banyak bekerja dan gajinya rendah, dan semua itu sama sekali omong kosong. Mereka sebetulnya tahu bahwa mereka tidak lagi diperlukan. Sejarah tidak berbohong.

Mari kita lihat daftar orang-orang yang TIDAK mengenyam sekolah berbasis pendidikan, namun sangat berkesan bagi dunia. Yang berada di bidang musik? Bach dan Mozart, keduanya belajar di rumah dan berhasil dengan baik. Seorang penulis lagu? Bagaimana dengan Irving Berlin, penulis lagu besar pertama dari abad ke-20? Seni rupa? Da Vinci dan Monet belajar di rumah. Sebagian besar dari para pendiri Amerika Serikat adalah produk homeschooling, termasuk George Washington, Benjamin Franklin, John Adams, James Madison, dan Thomas Jefferson. Sekelompok orang-orang hebat. Beberapa presiden lainnya juga belajar di rumah, seperti Abraham Lincoln, Teddy dan Franklin Delano Roosevelt. 

Apakah pendidikan Abraham Lincoln benar-benar "alternatif"? Saya pikir sebagian besar dari kita akan dengan senang hati melalui jalan alternatif itu. Apakah Anda berasal dari militer? Jenderal yang luar biasa seperti George C. Patton dan Robert E. Lee belajar di rumah. Bagaimana dengan penulis? Hans Christian Anderson, CS Lewis, Charles Dickens, George Bernard Shaw dan Mark Twain belajar di rumah. Apa yang akan dilakukan? Ada juga beberapa penyair, termasuk Carl Sandburg dan Walt Whitman, tergolong orang-orang yang paling penting bagi Amerika. Bagaimana dengan para ilmuwan? Mereka hampir tidak pernah mengenyam pendidikan formal sebelum masuk universitas, termasuk ilmuwan terbesar abad ke-20, Albert Einstein. Penemu? Brothers Wright belajar di rumah, berlari ke bengkel sepeda dan menciptakan pesawat. Alexander Graham Bell menemukan telepon. Coba bayangkan kita hidup tanpa para pelaku homeschooling itu! Thomas Edison belajar di rumah dan kemudian menemukan lampu listrik, audio dan merekam film, dan sebuah daftar penemuan yang menjadi sebuah kemungkinan di abad ke-20. Tentu saja, penemuan film Edison turut membantu memunculkan bintang film pertama, Charlie Chaplin, juga seorang pelaku homeschooling yang karyanya memberikan jaminan bahwa film akan menjadi sebuah bentuk seni pada abad ke-20.

Banyak bidang kehidupan yang digawangi pelaku homeschooling. Kedua perawat terbesar dalam sejarah, Florence Nightingale dan Clara Barton, belajar di rumah. Pengusaha besar seperti Joseph Pulitzer dan Andrew Carnegie belajar di rumah. Juara tenis hebat, Williams bersaudara, keduanya belajar di rumah. Bahkan artis populer seperti Justin Timberlake dan Christina Aguilera belajar di rumah.

Hal ini jelas BUKAN daftar "alternatif" tokoh sejarah, melainkan sebuah daftar dari tokoh-tokoh sentral dalam 300 tahun terakhir. Dan sejak sekolah umum menjadi sebuah kebudayaan selama kurun waktu 150 tahun atau lebih, sebagian besar tokoh-tokoh sejarah penting justru mengenyam sedikit atau bahkan tidak "sekolah".

Banyak yang sangat mendukung homeschooling. Mereka yang dididik di rumah, biasanya lebih banyak pengetahuan daripada mereka yang disekolahkan dengan seribu satu alasan. Entah bagaimana, peradaban akhirnya terselamatkan! Ada beberapa hal menarik lain, seperti "tes standar" yang menunjukkan bahwa pelaku homeschooling menerima pendidikan jauh lebih baik daripada rata-rata anak-anak yang disekolahkan.

Dan tentu saja, anak-anak yang dididik di rumah akan jarang sakit, tidak dipukuli oleh teman sekelas, dan seperti yang kita lihat di Colorado pekan ini, mereka tidak terkena semprotan airmata di sekolah ketika mereka "bertingkah". (Anda dapat mengetahui lebih lanjut tentang lelucon tragis di Homeschool Under Siege, di blog kami yang lain.)

Homeschool bukanlah alternatif. Sekolah dibuat se-universal mungkin di Amerika pada tahun 1860-an, dan kemudian tidak disambut dengan baik. Para petani berbondong-bondong membawa anaknya ke sekolah dan merelakan tanahnya untuk kepentingan anak-anak mereka. Tetapi kemudian malah, sebagian besar orang Amerika, belum lagi seluruh dunia, mendidik anak-anak mereka di rumah. Mengingat konsekuensi yang mengerikan dari sekolah, seperti yang terlihat dalam memburuknya peradaban, saya pikir kita semua harus mempertimbangkan bahwa "sekolah" merupakan sebuah alternatif yang gagal.

Di bidang pendidikan, homeschooling selalu menjadi jalan utama. Bisakah orang mengklaim bahwa orang-orang yang menakjubkan dan brilian yang tercantum di atas tidak berpendidikan? Oh, saya yakin para guru dan persatuan guru senang jika Anda tidak tahu tentang kebenaran ini, tapi di sini.. HOMESCHOOLING DENGAN MUDAH MEMBERIKAN PENDIDIKAN YANG JAUH LEBIH BAIK BAGI ANAK DARIPADA TERPENJARA DI SEKOLAH.

Ada banyak alasan untuk hal ini. (Jika Anda benar-benar ingin tahu tentang hal ini, dan mempelajarinya, silakan mempertimbangkan buku saya, Poor Cheated Little Johnny. Tersedia di situs kami, www.connectthethoughts.com.) Terakhir, hal terbaik apa yang dapat Anda lakukan untuk anak Anda? Homeschool.

Steven David Horwich has been both a professional and award-winning writer and educator for over 40 years.  To learn more about his ideas, and to take a look at the home studies he created for homeschool use, go to www.connectthethoughts.com


Jumat, 12 Oktober 2012

Pengenalan Warna Dasar


Pengenalan warna pada anak akan lebih efektif bila diberikan satu per satu. Biasanya warna-warna utama diberikan lebih dahulu, seperti merah, kuning, hijau. Anda bisa menggunakan balok warna yang aman untuk anak-anak, bisa dibeli di toko mainan edukasi. Bila Anda ingin yang lebih murah, balok warna bisa dibuat sendiri dengan menggunakan kertas asturo dan kertas karton.

Bahan:
  • Kertas asturo
  • Kertas karton/kardus bekas.
Alat:
  • Penggaris
  • Pensil
  • Penghapus
  • Gunting
  • Lem
Cara membuat:
  • Buatlah bujur sangkar berukuran 7 x 7 cm pada kertas asturo maupun kertas karton. Gunting.
  • Kemudian tempelkan kedua kertas yang sudah digunting tadi agar balok kertas warna lebih tebal.
Cara bermain:
  1. Kenalkan satu warna (misal: merah) pada anak. Katakan, "Ini merah!" sambil menunjuk balok warna. 
  2. Lakukan beberapa hari berturut-turut.
  3. Kemudian letakkan balok di depan anak seraya Anda meminta, "Ibu minta balok merah!". Tuntun tangannya agar memberikan balok merah tersebut pada Anda bila anak tidak merespon.
  4. Lakukan berturut-turut.
  5. Bila Anda merasa anak sudah mulai paham, aplikasikan dengan permainan lain seperti mengelompokkan warna (misal: merah). Materi mengelompokkan akan dibahas selanjutnya.
Ingat, berikan warna satu per satu. Bila anak sudah benar-benar mengenal warna merah, kenalkan kuning, hijau, dan warna lain. Selamat mencoba


Selasa, 09 Oktober 2012

Belajar Membuat Kalimat


Agar pelajaran Bahasa Indonesia tidak membosankan bagi anak-anak, yuk mari kita aplikasikan dalam permainan. 

Materi yang dibutuhkan:
  • Buatlah gambar-gambar aktivitas sehari-hari (bisa diunduh di internet, cetak, kemudian tempelkan pada kertas karton). Buatlah kira-kira 10 aktivitas manusia (makan, mencuci, membaca, menulis, minum, tidur, dll)
  • Siapkan worksheet (dapat diunduh di sini), pensil, dan penghapus.
Cara bermain:
  • Masukkan kartu-kartu aktivitas ke dalam toples. Minta anak untuk mengaduk kemudian memilih kartu.
  • Minta anak menyerahkan kartu pada Anda. Kemudian tulis kata kunci pada kotak yang tertera di worksheet. Kata kunci boleh apa saja (subyek, predikat, obyek, keterangannya). Misal pada kartu terdapat gambar orang sedang membaca majalah, Anda bisa menulis kata kunci: majalah, membaca, di teras, dsb.
  • Setelah Anda menulis kata kunci, minta anak membuat kalimat sesuai dengan apa yang ia lihat pada kartu. Kalimat ditulis pada kotak sebelah bawah.
  • Tidak harus jawaban yang sempurna yang penting kalimat yang dibuat anak membuat kita paham.
  • Beri tanda bintang bila anak berhasil membuat kalimat dengan baik.
  • Bila anak berhasil mengumpulkan sejumlah bintang, maka dia berhak mendapat hadiah; jalan-jalan keliling kompleks atau bermain sepeda.
Selamat bermain ;)


Senin, 08 Oktober 2012

Yuk Main Domino Bersama Anak!



Siapa yang tidak tahu kartu domino? Eits, jangan salah! Mainan mungil ini bisa bermanfaat juga lho untuk belajak buah hati Anda. Cara memainkannya pun mudah. Untuk anak-anak yang sedang belajar penjumlahan 1-12, permainan ini bisa jadi alternatif pilihan untuk belajar agar si kecil tidak bosan.

Caranya:
  1. Beli kartu domino. Bisa domino biasa yang terdiri dari bulatan atau domino bergambar. Untuk anak-anak sebaiknya sediakan domino bergambar.
  2. Bila ada, ajak anggota keluarga lain untuk bergabung biar acara bermain makin seru.
  3. Duduklah melingkar, baik di kursi, kasur, lantai, atau di mana pun asal longgar.
  4. Bagi kartu sampai habis pada pemain dalam keadaan tertutup, sisakan satu, kemudian letakkan di tengah dalam keadaan terbuka.
  5. Setiap pemain harus menjatuhkan kartu yang sama dengan ujung-ujung kartu yang ada di tengah. Dijatuhkan secara bergiliran mulai dari pemain 1, dst.
  6. Bila pemain tidak memiliki kartu untuk dijatuhkan, maka pemain harus menutup satu kartunya.
  7. Pemenang adalah pemain yang tidak memiliki sisa kartu.
  8. Bila ternyata semua pemain memiliki sisa kartu, kama pemenangnya adalah yang memiliki jumlah angka paling sedikit.
  9. Nah, minta anak menghitung jumlah angka yang tertera pada kartu sisa bila dia kalah.
Mudah kan? Cara ini, selain merangsang otak anak untuk berpikir juga melatih anak belajar interaksi dengan orang lain, belajar menunggu giliran, belajar tentang kompetisi, dan belajar untuk menerima kekalahan/kemenangan. 


Rabu, 03 Oktober 2012

Jangan Salahkan Mbekk!!!




Tadi siang, waktu beli nasi di warung, saya jumpai seorang gadis sedang makan bersama seorang anak kecil. Kira-kira usianya masih belasan tahun lantaran ia mengenakan seragam SMA. Sedangkan si anak kecil usianya kira-kira 2 tahunan. Saya kurang tahu apa hubungan mereka. Tapi, kalau tidak salah dengar, anak itu memanggil "ibu" pada si gadis. 

Sembari menunggu penjual meracik menu makan siang Dingo (nasi dan ati ampela), saya diam-diam mengamati. Si anak sepertinya sedang rewel, tidak mau disuapi, dan kakinya selalu ingin bergerak menuju jalan raya. Si gadis, tanpa beranjak dari duduknya, mencengkeram lengan si anak sampai anak hendak menangis. Anak itu berusaha melepaskan diri. Keduanya saling tarik menarik (tenang saja, nggak kayak di sinetron kok.. ^^).

"Heh sini! Ada mbekk lho.. Kamu nanti dimakan mbekk lhoo..!!" Si Gadis berujar. Si anak tak peduli dan terus berusaha keras melepaskan diri. Dan saya prihatin melihatnya.

Banyak di antara kita yang disadari/tidak sering melontarkan kalimat-kalimat semacam itu untuk menutupi 'rasa malas' kita mengikuti langkah anak-anak. Kita sering sekali bilang, "Hi, ada gendrowo di sana""Awas ada setan!""Awas ada anjing galak", untuk menakuti anak-anak agar langkah mereka urung. 

Apa sih yang salah dengan Mbekk Kambing, Gendrowo, Setan, Anjing dll? Kenapa anak-anak harus dikenalkan pada 'ketakutan' yang semu? Tidak bisakah kita menggunakan kalimat-kalimat yang baik dalam memberikan larangan.

Anak-anak usia 2-5 tahun memang melelahkan untuk diikuti. Jarang yang bisa tenang. Lari ke sana, lari ke sini. Lompat ke sana, lompat kemari. Begitulah. Harusnya orangtua senang karena pada masa itu anak-anak membutuhkan banyak latihan motorik kasar/halus. Sayang, mayoritas orangtua lebih senang kalau buah hatinya duduk tenang, belajar. Aktivitas motorik, selama itu tidak merugikan orang lain atau anak yang bersangkutan masih bisa dibilang wajar. Berkaitan dengan hal ini, orangtua sering merasa cemas bila buah hatinya tidak bisa diam, malah merasa buah hatinya bergangguan perilaku. Perlu saya tekankan, jangan mudah melabel gangguan bila Anda memang tidak paham. Konsultasikan pada psikolog anak saja daripada menerka-nerka.

Kembali pada masalah pemberian larangan atau bertutur kata pada umumnya, sebaiknya kita menggunakan kalimat larangan yang jelas dan tegas. Katakan saja, "Tidak!" atau "Tunggu sebentar, ibu mau makan!" atau kalimat-kalimat lain yang tidak bernada menakuti. Sebagai orangtua, sebaiknya kita lebih sering memantau dan ikut andil dalam aktivitas yang dilakukan anak-anak. Ajari mereka untuk 'waspada' sebagaimana mestinya tanpa mengkambinghitamkan makhluk lain. Semesta ini penuh kebaikan dan anak-anak harus tahu itu.




Senin, 01 Oktober 2012

Sampah Bisa Bermanfaat Juga



Jangan buang bungkus/kemasan produk di tong sampah begitu saja. Bungkus/kemasan produk bisa dimanfaatkan untuk buah hati Anda yang sedang belajar membaca. Gimana sih caranya? Simak tips berikut!
  1. Kumpulkan bungkus/kemasan produk apa saja sebanyak-banyaknya. Bisa bungkus makanan, rokok, minuman, dsb.
  2. Cuci bersih bila bungkus/kemasan berupa plastik.
  3. Gunting bagian depan (muka produk).
  4. Masukkan ke dalam toples. Goyangkan biar teracak.
  5. Minta anak mengambil dengan mata tertutup kemudian minta dia untuk membaca. Anda juga boleh ikut bermain agar lebih seru.
  6. Beri target dan hadiah; misal dalam satu hari anak harus membaca 5 kata. Bila dia berhasil maka Anda bisa mengajaknya makan es krim di teras. 
  7. Jangan lupa sesuaikan dengan kemampuan membaca anak. Bila anak masih dalam tahap mengeja suku kata dengan 2 huruf, maka jangan berikan bungkus/kemasan produk yang terlalu sulit untuk dibaca.
Bagaimana? Sudah siap untuk mempraktikkan di rumah? ;)