Rabu, 03 Oktober 2012

Jangan Salahkan Mbekk!!!




Tadi siang, waktu beli nasi di warung, saya jumpai seorang gadis sedang makan bersama seorang anak kecil. Kira-kira usianya masih belasan tahun lantaran ia mengenakan seragam SMA. Sedangkan si anak kecil usianya kira-kira 2 tahunan. Saya kurang tahu apa hubungan mereka. Tapi, kalau tidak salah dengar, anak itu memanggil "ibu" pada si gadis. 

Sembari menunggu penjual meracik menu makan siang Dingo (nasi dan ati ampela), saya diam-diam mengamati. Si anak sepertinya sedang rewel, tidak mau disuapi, dan kakinya selalu ingin bergerak menuju jalan raya. Si gadis, tanpa beranjak dari duduknya, mencengkeram lengan si anak sampai anak hendak menangis. Anak itu berusaha melepaskan diri. Keduanya saling tarik menarik (tenang saja, nggak kayak di sinetron kok.. ^^).

"Heh sini! Ada mbekk lho.. Kamu nanti dimakan mbekk lhoo..!!" Si Gadis berujar. Si anak tak peduli dan terus berusaha keras melepaskan diri. Dan saya prihatin melihatnya.

Banyak di antara kita yang disadari/tidak sering melontarkan kalimat-kalimat semacam itu untuk menutupi 'rasa malas' kita mengikuti langkah anak-anak. Kita sering sekali bilang, "Hi, ada gendrowo di sana""Awas ada setan!""Awas ada anjing galak", untuk menakuti anak-anak agar langkah mereka urung. 

Apa sih yang salah dengan Mbekk Kambing, Gendrowo, Setan, Anjing dll? Kenapa anak-anak harus dikenalkan pada 'ketakutan' yang semu? Tidak bisakah kita menggunakan kalimat-kalimat yang baik dalam memberikan larangan.

Anak-anak usia 2-5 tahun memang melelahkan untuk diikuti. Jarang yang bisa tenang. Lari ke sana, lari ke sini. Lompat ke sana, lompat kemari. Begitulah. Harusnya orangtua senang karena pada masa itu anak-anak membutuhkan banyak latihan motorik kasar/halus. Sayang, mayoritas orangtua lebih senang kalau buah hatinya duduk tenang, belajar. Aktivitas motorik, selama itu tidak merugikan orang lain atau anak yang bersangkutan masih bisa dibilang wajar. Berkaitan dengan hal ini, orangtua sering merasa cemas bila buah hatinya tidak bisa diam, malah merasa buah hatinya bergangguan perilaku. Perlu saya tekankan, jangan mudah melabel gangguan bila Anda memang tidak paham. Konsultasikan pada psikolog anak saja daripada menerka-nerka.

Kembali pada masalah pemberian larangan atau bertutur kata pada umumnya, sebaiknya kita menggunakan kalimat larangan yang jelas dan tegas. Katakan saja, "Tidak!" atau "Tunggu sebentar, ibu mau makan!" atau kalimat-kalimat lain yang tidak bernada menakuti. Sebagai orangtua, sebaiknya kita lebih sering memantau dan ikut andil dalam aktivitas yang dilakukan anak-anak. Ajari mereka untuk 'waspada' sebagaimana mestinya tanpa mengkambinghitamkan makhluk lain. Semesta ini penuh kebaikan dan anak-anak harus tahu itu.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar