Kamis, 18 Juli 2013

Alat Peraga Matematika

Alat peraga untuk tanda ketidaksamaan
Hai, homeschooler!
Apa kabar? Semoga masih tetap semangat dan selalu kreatif. Kali ini saya mau bagi-bagi alat peraga untuk belajar matematika. Tema ketidaksamaan bisa jadi membosankan untuk anak-anak kelas 1 atau 2 SD. Apalagi kalau mereka dijejali soal-soal yang jumlahnya bejibun dan mereka hanya diminta untuk memilih bilangan mana yang lebih besar atau lebih kecil.

Sebagai pendukung homeschooling, saya mencoba membuat alat untuk membantu anak-anak belajar. Alat ini juga bisa digunakan untuk anak-anak berkebutuhan khusus yang memiliki keterbatasan dalam bidang motorik (seperti anak-anak Cerebral Palsy). 

Alat ini bisa diaplikasikan dalam beberapa permainan. 

Aplikasi I

  1. Anak dan orangtua duduk berhadapan. 
  2. Orangtua membawa papan tulis kecil dan memberi soal.
  3. Anak menjawab dengan mengangkat stik sebagai jawaban yang benar.


Aplikasi II

  1. Orangtua membuat arena permainan dengan memasang rintangan di mana anak harus merangkak atau melompat atau melakukan tugas lain untuk sampai pada stik.
  2. Orangtua memberikan soal pada anak.
  3. Anak melewati tugas-tugas motorik yang diberikan.
  4. Di akhir tugas, anak mengangkat stik sebagai jawaban yang dipilihnya.
  5. Bisa diterapkan pada dua anak atau lebih.
Oke, semoga bermanfaat!


Rabu, 05 Juni 2013

Sistem Pendidikan yang Tak Ramah

Ada banyak hal yang tidak saya pahami tentang pendidikan di Indonesia, terutama yang berkaitan erat dengan anak-anak berkebutuhan khusus. Hal-hal yang tidak saya pahami itu termasuk metode pembelajaran, sumber daya manusia, sistem, dan sarana prasarana. Berbicara soal metode pembelajaran, saya banyak membaca tentang metode-metode yang dikembangkan negara-negara lain untuk membantu anak-anak berkebutuhan khusus namun jarang dipakai di Indonesia. 

Di sini, metode pembelajaran yang diterapkan untuk anak-anak berkebutuhan khusus kadang tak jauh beda dengan yang diterapkan pada anak-anak normal. Bedanya hanya masalah waktu. Terbukti di beberapa sekolah khusus, saya seringkali mendapati guru-guru atau terapis mengajar dengan metode ceramah atau ceramah plus (mengerjakan soal latihan). Tak jarang, mereka menggunakan cara-cara klasik untuk menyampaikan materi. 

Padahal, sekolah-sekolah khusus didirikan sebagai upaya untuk memahami individu-individu dengan keunikan-keunikan tersendiri. Kita ambil saja contoh anak-anak autis yang tergantung pada materi visual, di mana mereka dipaksa untuk memenuhi standar umum dengan materi umum pula. Harusnya, ketika sebuah sekolah khusus didirikan, maka segala yang berkaitan dengan proses belajar mengajar, juga harus khusus. Kenyataannya tidak. Nisa murid saya yang penyandang autis memang bersekolah di satu sekolah khusus, namun metode belajarnya sama seperti sekolah-sekolah lain, dengan kompensasi waktu yang lebih panjang. Misal satu materi tertentu bisa diberikan selama dua minggu untuk anak normal, untuk anak berkebutuhan khusus materi tersebut diberikan selama satu bulan dengan penyampaian yang sama. 

Berkaitan erat dengan hal itu, sumber daya manusia (dalam hal ini guru maupun terapis) sepertinya semakin malas untuk mencari tahu tentang metode belajar yang tidak monoton. Saya merasa banyak pengajar di sini kehilangan antusiasnya. Jarang saya jumpai guru-guru yang menulis jurnal tentang kegiatannya dengan anak-anak berkebutuhan khusus, menerapkan metode-metode baru, dan berbagi cerita tentang kemajuan-kemajuan yang mereka dapat. Menjadi pengajar anak berkebutuhan khusus harusnya bukan lagi menjadi sebuah pekerjaan, tapi juga sebuah proses penyerahan diri pada cinta. 

Namun, saya kadang tidak bisa memaklumi hal ini. Lebih-lebih bila ini menyangkut sistem. Pemerintah berulang kali gembar-gembor mengenai upaya untuk lebih memperhatikan nasib anak-anak berkebutuhan khusus, toh realisasinya tak berjalan mulus. Memang benar, pemerintah menganggarkan banyak dana untuk sekolah-sekolah khusus dan sekolah inklusi. Pada kenyataannya, praktek tidak berjalan baik. Dana yang keluar lebih banyak dibelanjakan untuk sarana-sarana yang tidak mendukung anak-anak berkebutuhan khusus itu sendiri. Kita ambil contoh, sebuah sekolah inklusi harusnya dilengkapi dengan sarana prasarana yang memudahkan anak didik mereka untuk belajar. Banyak hal, seperti ruangan kelas yang ramah, materi belajar yang mendukung, dan pengajar yang kompeten. Kenyataan di lapangan berkata lain, dana-dana tersebut lebih banyak dihabiskan untuk hal lain. Pujo, murid saya yang cerebral palsy dan bersekolah di sekolah normal, tidak mendapat kursi khusus untuk duduk di kelas. Dengan dana dari pemerintah yang jumlahnya tak sedikit, harusnya sekolah yang melabeli diri dengan 'inklusi' mampu menyediakan sarana untuk anak didik semacam Pujo. Begitulah. Banyak penyimpangan yang terjadi dan saya kira banyak orang yang tidak peduli dengan betapa tidak ramahnya sistem pendidikan kita bagi anak-anak berkebutuhan khusus.

Anak-anak berkebutuhan khusus bukanlah anak-anak yang perlu dikasihani. Tugas kita hanyalah menyadari keberadaan mereka tanpa memandang sebelah mata dan menjadikan mereka bagian dari kehidupan kita. Saya selalu berharap, suatu saat individu-individu khusus ini mendapatkan tempat di pemerintahan, mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang tak mampu dikerjakan orang normal dalam waktu yang singkat seperti mengetik alamat surat, membereskan dokumen sesuai dengan urutannya, atau menjadi ilmuan seperti Temple Grandin yang menciptakan mesin penjepit untuk hewan ternak, atau apalah itu. Saya berharap orang tua tak lagi mengeluh soal bagaimana beratnya membesarkan anak-anak berkebutuhan khusus, tapi menikmati seperti mereka membesarkan anak-anak normal. 


Libur Panjang dan Kemajuan Anak-anak

Wah, baru sadar ternyata sudah berbulan-bulan saya tidak menulis di blog ini, padahal ada banyak cerita tentang Rico maupun Nisa dan tiga murid saya di rumah. Semua cerita menjurus pada satu kemajuan baik yang dicapai murid-murid dalam kehidupan akademik maupun sehari-hari. Cerita pertama datang dari Rico, murid saya yang super cerdas. Dia baru saja menyelesaikan ujian akhir sekolah dasar dan semoga perolehan yang ia dapat tidak mengecewakan. Selain itu, Rico diterima di SMP Tri Tunggal, sekolah yang konon ia idam-idamkan karena memiliki lapangan basket in door dan out door untuk menyalurkan hobinya main basket.

Otomatis saya akan jarang bertemu dia. Belakangan saya hanya berkomunikasi lewat whatsapp, karena saya sedang sakit. Dia selalu bertanya kapan kami bisa bertemu, haha. Saya juga ingin bertemu, tapi nanti lah tunggu saya sembuh benar. Mungkin saya akan mengajaknya jalan-jalan, atau sekedar duduk seperti biasanya sambil makan siomay dan ngobrol ngalor-ngidul tentang banyak hal yang ia pikirkan.

Tentang Nisa, baru-baru ini Nisa didaulat untuk mengisi acara perpisahan di sekolah. Ia dapat tugas menyanyi, membawakan dua lagu; Bunda yang dipopulerkan Melly Goslow dan Kasih Ibu. Awalnya bunda pesimis, apa bisa Nisa bernyanyi di depan banyak orang dengan diiringi organ tunggal? Apa mungkin dia menghafal semua lirik lagu? Dengan santai saya bilang, "Bisa.. Tenang aja, urusan menghafal Nisa jagonya.". Bunda hanya senyum-senyum tipis. 

Kemarin, saat saya datang ke rumah, ayah Nisa menunjukkan rekaman latihan menyanyi di sekolah, dan kejutan! Dalam beberapa hari dia mampu menghafal lagu dengan irama yang bagus. Saya terperanjat. Momen-momen seperti sering membuat hati saya bergetar. Perasaan haru, takjub, dan bangga campur aduk jadi satu seperti adonan roti. Ah, ada banyak kemajuan dalam beberapa bulan terakhir mengenai Nisa. Terutama kontak sosialnya yang semakin mendekati normal. Dikatakan puas, saya puas. Tapi, saya masih harus banyak mencari metode-metode baru lagi untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan Nisa yang lain berkaitan dengan bakatnya.

Sedangkan kabar murid di Primakids Learning Center tak kalah menarik. Pujo, si penyandang cerebral palsy, memberi banyak kemajuan berkaitan dengan kondisi fisiknya. Fisio terapi yang ia jalani memberi dampak yang cukup baik terutama pada bagian-bagian tubuh tertentu seperti tangan dan kaki. Pujo sudah bisa menulis tanpa merobek kertas lantaran tekanan yang berlebih. Ia juga sudah bisa berjalan sendiri tanpa dituntun. Ah, senang melihatnya. Minggu lalu saat saya pulang, ia malah sudah bisa mengenakan sepatu sandal sendiri tanpa bantuan ayahnya. Mencengangkan, untuk seorang penyandang cerebral palsy dengan gerak terbatas seperti Pujo. 

Ivan, dua minggu lalu khitan di usia yang ke-7. Ibunya bilang dia tidak rewel dan sangat kooperatif. Saya belum bertemu lagi dengan anak yang selalu minta dipeluk saat saya marah, haha. Ya, saya kadang-kadang dibuat jengkel lalu pura-pura marah dengan tidak mengajaknya bicara. Lalu dia akan mendekat, menyodorkan tangannya untuk minta maaf dan minta pelukan. Setelah proses khitan, barangkali ada banyak perilaku baru yang harus dia pelajari antara lain dengan tidak memeluk orang sembarangan.

Dan, Idam. Ah ya, murid saya yang satu ini memang paling sedikit kemajuannya. Masalahnya sih kemampuan orang tua untuk bekerja sama sangat kecil. Kadang-kadang saya putus asa juga, tapi saya selalu kembali lagi pada keyakinan selalu berpikir positif bahwa semua anak akan terus berkembang. Ada setitik kemajuan yang terjadi tiap hari. 

Bagi saya, mengetahui perkembangan dan mengikuti tiap momen perkembangan semua klien adalah hal yang membahagiakan. Kalian tahu kenapa? Karena saya sangat mencintai dunia ini, anak-anak dan segala macam yang berkaitan dengan mereka. 


Kamis, 21 Februari 2013

Ulah Nisa


Apa ulah Nisa kemarin? Yah, tentu saja ulah yang menggelikan. Saya dan Bunda sedang mengobrol di ruang tamu. Seperti biasa, seminggu sekali saya selalu melaporkan perkembangan Nisa (perkembangan baik juga perkembangan buruk). Kegiatan itu kami lakukan dengan santai sambil menikmati jajanan dan minuman. Meski begitu, banyak terapis yang melewatkan saat-saat berharga ini. 

Bunda mengatakan pada saya bahwa belakangan Nisa menjadi cerewet (dalam artian lebih sering mengucapkan kata-kata) ketimbang sebelumnya. Beliau senang, paling tidak sekarang Nisa menunjukkan sikap-sikap sebagaimana anak-anak normal. Di sekolah tak ada keluhan. Dia hanya menjadi lebih manja sepeninggal pengasuhnya; Mak Mi.

Mak Mi pulang kampung untuk waktu yang tidak bisa ditentukan. Anak bungsunya akan menikah Mei mendatang dan Mak Mi sibuk mempersiapkan banyak hal untuk acara itu. Nisa amat kehilangan. Tapi saya pikir reaksinya sudah jauh lebih baik. Dulu, setiap Mak Mi pulang kampung, Nisa bisa menangis meraung-raung. Kesedihannya barangkali setara dengan moment kematian orang yang kita kasihi. Setiap pagi dia akan berkata, "Bangun pagi, mandi jam 9, lalu jemput Mak Mi.". 

Kepergian Mak Mi kali ini memang tidak menimbulkan reaksi serupa. Nisa jauh lebih tenang meski sesekali menanyakan keberadaan Mak Mi. Bunda mengatakan pada saya bahwa kondisi ini adalah pembelajaran baru bagi Nisa, bahwa dia tidak boleh tergantung pada orang lain, bahwa tidak selamanya Nisa akan ditemani oleh orang yang ia sayangi. Ya, saya kira Nisa sudah bisa memahami tentang kepulangan Mak Mi.

Efeknya, dia jadi lebih sayang pada Mak Tri (pengasuh adiknya). Dia lebih sering menengok ke kamar Mak Tri, memastikan Mak Tri masih ada di kamarnya. Kadang-kadang menuliskan nama Mak Tri di urutan paling atas ketika menyebutkan anggota keluarganya. Haha, saya terharu sebenarnya. Secara emosional, anak-anak autis mungkin lebih peka dari kita lantaran sifat mereka yang 'kaku'. Kehilangan menjadi lebih menyakitkan, karena mereka hanya tahu ritual. Mereka mungkin tidak memaknai kebersamaan itu sebagai sebuah interaksi, tapi lebih pada kebutuhan. 

Orang-orang normal akan bereaksi lebih adaptif menghadapi kehilangan/kepergian orang yang disayangi. Tapi, anak-anak autis mungkin tidak. Cinta bagi mereka mungkin mutlak, tidak terganti, posesif, dan abadi. Dengan saya, Nisa jadi lebih cemas ketika waktu terapi berakhir. Sejak kepulangan Mak Mi, setiap pukul lima dia akan bertanya, "Bu Prima mau ke?". Lalu saya akan bilang, "Bu Prima mau pulang, besok kita bertemu lagi.". Kemudian Nisa akan melompat ke kasur dan berkata, "Mau tidur sama Bu Prima!" 

Biasanya saya akan rebahan sebentar di kasur, memeluknya sebelum saya pulang. Lalu Nisa sudah sibuk dengan bonekanya sendiri; Leni dan Coki. Di sekolah, hal serupa juga terjadi pada Bu Diah (shadow teacher Nisa). Nisa selalu ingin ditemani Bu Diah. Mengikuti ke mana Bu Diah pergi.

Begitulah perkembangan dalam seminggu ini. Dan seusai saya dan Bunda mengobrol, Nisa keluar dengan kertas bergambar anak perempuan. Ada rambut sungguhan pada gambar itu. Dan Bunda histeris, "Nisa, jangan pakai rambutmu kalau mau prakarya! Pakai benang wol. Sini, mana rambut yang digunting?". Saya sudah tertawa geli. "Ini?" Nisa menunjuk bagian rambut yang dia potong.

Ini rambut Nisa yang digunting untuk prakarya :D
Oh, indahnya mengasuh anak-anak. Betapa rugi orang-orang yang melewatkan hal-hal seperti ini :)



Rabu, 20 Februari 2013

Nisa dan Kata-Kata

Suasana belajar setiap jam 4-5 sore

Sebagai terapis, tak ada yang lebih membahagiakan dari mengetahui bahwa klien menunjukkan perkembangan yang membaik. Kejutan! Sekarang Nisa berkomunikasi dengan sangat baik. Dia yang awalnya hanya bisa berkomunikasi dengan dua kata, sekarang bahkan menggunakan kalimat kompleks pun dia mampu. Memang, belum seterampil anak-anak lain. Sesekali masih membeo dan mengulang-ulang kalimat yang dia pikir dapat menyampaikan maksudnya. 

Saya terkejut waktu dia berlari ke kamar pengasuhnya dan berkata, "Mak Tri, tolong buatkan susu botol!". Aduh, saya merinding. Bayangkan saja, enam bulan lalu, pertama kali saya memulai terapi, Nisa hanya bisa bilang, "Susu botol!" ketika hendak minta susu. Sekarang enam kata ia rangkai dengan sangat sempurna untuk mengungkapkan maksud. 

Tak hanya itu, Nisa belajar mengekspresikan emosi dengan baik. Dulu, dia hampir tak pernah tertawa. Ekspresi wajahnya datar. Bila senang, dia akan melompat-lompat dan berputar. Bila sedih dia akan mengulang-ulang kata agar keinginannya terpenuhi. Sekarang tidak lagi. Kemarin sore, saat Nisa menggambar karakter wajah, dia meminta saya untuk menirukan.

"Bu Prima marah!" (saya akan melotot ke arahnya, dan dia tertawa)
"Bu Prima terkejut!" (saya akan mendorong tubuh ke belakang sambil menutup mulut dan membelalakkan mata)

Begitu seterusnya, dan Nisa tertawa setiap saya memperagakan apa yang dia minta. Interaksi yang sangat bermakna ini saya gunakan seefektif mungkin. Kami belajar bersama. Nisa belajar menyadari bahwa ada manusia di sekelilingnya yang sangat sayang dan peduli padanya. Saya belajar lebih banyak tentang perasaan tidak mudah lelah mencintai, tentang melewati momentum yang bahkan tidak menyenangkan, tentang berartinya keluarga bagi anak-anak, dan tentu saja tentang persahabatan.


Jumat, 08 Februari 2013

Kirby Star - Komik Dua Halaman Karya Rico

Menjelang Ujian Nasional, mama Rico meminta saya untuk datang ke rumah lima kali  dalam seminggu. Senin sampai Jumat. Tujaannya agar Rico lebih banyak latihan soal-soal untuk persiapan ujian. Jadi, setiap hari sehabis dari rumah Nisa di Tlogosari, saya langsung naik ke Banyumanik menuju rumah Rico. Tanpa jeda, Nisa terapi jam 4 sampai jam 5, perjalanan menembus macet antara jam 5 sampai jam 6, dan jadwal les Rico antara jam 6 sampai jam 7. Begitulah aktivitas saya sehari-hari. Bulan depan mungkin ada tambahan klien pada pagi hari.

Resikonya, Rico mendapat jadwal les saat saya sudah dalam kondisi lelah setelah terapi dan menembus kemacetan. Kadang-kadang saya punya harapan yang berlebihan terhadap Rico untuk memahami kondisi saya. Tapi, itu pun tak adil sebetulnya. 

Belakangan saya sering kali dibuat jengkel. Mungkin Rico tidak (sengaja) membuat saya jengkel. Biasanya juga begitu, tak pernah serius belajar matematika, belajar sambil main basket di kamar, atau melakukan hal-hal yang sebetulnya bisa dilakukan (nanti) seusai les berakhir. Kenyataannya tidak. 

Masalahnya, waktu untuk bermain-main tidak seharusnya ada sekarang. Banyak materi yang tidak dikuasai Rico, terutama dalam pelajaran matematika. Rico termasuk anak yang susah untuk menghafal rumus atau paling tidak mengandalkan logikanya untuk mengerjakan matematika. Saya berharap dia mau mengejar ketertinggalannya dan memperhatikan saat saya mengajarinya mengerjakan soal dengan cara-cara yang paling mudah. Nyatanya tidak. Matematikan seperti musuh baginya. 

Seminggu ini mungkin paling parah. Atensinya tersita oleh banyak hal. Materi-materi yang sebetulnya mudah, menjadi (terlihat) sulit. Saya marah (tidak benar-benar marah). Saya hanya bilang kalau dia tidak mau memperhatikan saya, saya tidak akan datang lagi ke rumah. Kalau sudah begitu dia akan bilang, "Ya, ya, ya, saya minta maaf."

Lalu Rico akan memperhatikan saya lagi. Tak lama kemudian, dia akan kehilangan atensi lagi, saya mengomel lagi, dan dia minta maaf lagi sambil cengengesan. Begitulah. Dan kemarin, sebelum saya pulang Rico memberi saya tiga komik karyanya. Dia bilang, "Sampai kos dibaca ya!"

Baru malam ini saya baca komik karya Rico dan saya terpingkal-pingkal di kasur lipat. Saya tiba-tiba terharu sekali dengan caranya membuat saya tertawa setelah seminggu ini dia begitu menjengkelkan. Dan inilah ketiga komiknya.

Kirby Star - Komik Dua Halaman karya Rico
Kirby Star adalah komik dua halaman buatan Rico. Foto di atas menceritakan tentang Kirby yang sedang membaca berita di koran tentang mahalnya harga mutiara. Lalu Kirby memutuskan pergi ke laut, mencari mutiara untuk dijual agar ia dapat banyak uang. Sampai di laut, Kirby mencuri kapal dan berlayar selama 5 jam. Di tengah perjalanan Kirby bertemu ikan hiu dan kapalnya rusak. Kirby terpaksa berenang ke dasar laut. Dan di sanalah  Kirby menemukan mutiara. Hahaha..

Kecelakaan helikopter yang menimpa mobil
Kirby Star yang kedua menceritakan tentang Kirby dan seorang temannya yang hendak pergi ke swalayan ADA, berkendara mobil, dan kecelakaan karena helikopter yang jatuh menimpa mobil mereka. Kirby dan temannya berusaha menarik mobil mereka ke bengkel. Setelah itu mereka ke rumah sakit untuk mengobati luka-luka dan keluar dari rumah sakit dengan naik kursi roda :))

Kirby ke Amerika
Cerita ketiga tentang Kirby yang bermimpi bertemu astronaut. Mimpi itu membuat Kirby ingin menjadi astronaut pula dan membawanya ke Amerika. Komik dua halaman ini menceritakan tentang perjalanan Kirby dari bandara Indonesia ke Amerika. Cerita ini masih bersambung. Akankah Kirby berhasil menjadi astronaut? Haha tunggu kisah selanjutnya.

Begini ini yang selalu membuat saya urung jadi PNS dan kerja kantoran.. Anak-anak itu, entah kenapa sungguh menakjubkan. 



Rabu, 30 Januari 2013

Kolaborasi

Masih ingat Nisa? Ya, klien saya yang berusia tujuh tahun dan seorang penyandang autis. Nisa suka sekali menggambar. Gambarnya bisa dibilang bagus karena Nisa tergolong anak yang menggambar tanpa pengulangan garis atau melakukan penghapusan. Nah, masalahnya dulu, Nisa hanya menggambar bagian-bagian benda saja. Antara gambar satu dengan yang lainnya tidak berkesinambungan. 

Belakangan, sejak saya bawakan dia buku-buku cerita bergambar yang kami baca setiap sore, ada kemajuan yang signifikan dalam gambar-gambarnya. Nisa mulai menggambar sesuatu yang bisa dinarasikan sebagai sebuah cerita. Ia jarang menggambar obyek-obyek yang sifatnya berdiri sendiri. 

Saya terkejut ketika menemukan gambar-gambar di lacinya, lalu saya ajak dia mewarnai. Tapi, Nisa menolak. Akhirnya, saya yang mewarnai dengan komando dari dia. Hampir semua warna adalah pilihan Nisa. Yuk kita lihat hasil karya Nisa yang saya abadikan kemarin sore.

Guruh & Ikbal (nama teman sekelas Nisa)

Salju di Hari Natal


Dua ekor kodok betina

Siluman kerbau dan peri :p

Nisa & Dany piknik ke pantai