Kamis, 21 Februari 2013

Ulah Nisa


Apa ulah Nisa kemarin? Yah, tentu saja ulah yang menggelikan. Saya dan Bunda sedang mengobrol di ruang tamu. Seperti biasa, seminggu sekali saya selalu melaporkan perkembangan Nisa (perkembangan baik juga perkembangan buruk). Kegiatan itu kami lakukan dengan santai sambil menikmati jajanan dan minuman. Meski begitu, banyak terapis yang melewatkan saat-saat berharga ini. 

Bunda mengatakan pada saya bahwa belakangan Nisa menjadi cerewet (dalam artian lebih sering mengucapkan kata-kata) ketimbang sebelumnya. Beliau senang, paling tidak sekarang Nisa menunjukkan sikap-sikap sebagaimana anak-anak normal. Di sekolah tak ada keluhan. Dia hanya menjadi lebih manja sepeninggal pengasuhnya; Mak Mi.

Mak Mi pulang kampung untuk waktu yang tidak bisa ditentukan. Anak bungsunya akan menikah Mei mendatang dan Mak Mi sibuk mempersiapkan banyak hal untuk acara itu. Nisa amat kehilangan. Tapi saya pikir reaksinya sudah jauh lebih baik. Dulu, setiap Mak Mi pulang kampung, Nisa bisa menangis meraung-raung. Kesedihannya barangkali setara dengan moment kematian orang yang kita kasihi. Setiap pagi dia akan berkata, "Bangun pagi, mandi jam 9, lalu jemput Mak Mi.". 

Kepergian Mak Mi kali ini memang tidak menimbulkan reaksi serupa. Nisa jauh lebih tenang meski sesekali menanyakan keberadaan Mak Mi. Bunda mengatakan pada saya bahwa kondisi ini adalah pembelajaran baru bagi Nisa, bahwa dia tidak boleh tergantung pada orang lain, bahwa tidak selamanya Nisa akan ditemani oleh orang yang ia sayangi. Ya, saya kira Nisa sudah bisa memahami tentang kepulangan Mak Mi.

Efeknya, dia jadi lebih sayang pada Mak Tri (pengasuh adiknya). Dia lebih sering menengok ke kamar Mak Tri, memastikan Mak Tri masih ada di kamarnya. Kadang-kadang menuliskan nama Mak Tri di urutan paling atas ketika menyebutkan anggota keluarganya. Haha, saya terharu sebenarnya. Secara emosional, anak-anak autis mungkin lebih peka dari kita lantaran sifat mereka yang 'kaku'. Kehilangan menjadi lebih menyakitkan, karena mereka hanya tahu ritual. Mereka mungkin tidak memaknai kebersamaan itu sebagai sebuah interaksi, tapi lebih pada kebutuhan. 

Orang-orang normal akan bereaksi lebih adaptif menghadapi kehilangan/kepergian orang yang disayangi. Tapi, anak-anak autis mungkin tidak. Cinta bagi mereka mungkin mutlak, tidak terganti, posesif, dan abadi. Dengan saya, Nisa jadi lebih cemas ketika waktu terapi berakhir. Sejak kepulangan Mak Mi, setiap pukul lima dia akan bertanya, "Bu Prima mau ke?". Lalu saya akan bilang, "Bu Prima mau pulang, besok kita bertemu lagi.". Kemudian Nisa akan melompat ke kasur dan berkata, "Mau tidur sama Bu Prima!" 

Biasanya saya akan rebahan sebentar di kasur, memeluknya sebelum saya pulang. Lalu Nisa sudah sibuk dengan bonekanya sendiri; Leni dan Coki. Di sekolah, hal serupa juga terjadi pada Bu Diah (shadow teacher Nisa). Nisa selalu ingin ditemani Bu Diah. Mengikuti ke mana Bu Diah pergi.

Begitulah perkembangan dalam seminggu ini. Dan seusai saya dan Bunda mengobrol, Nisa keluar dengan kertas bergambar anak perempuan. Ada rambut sungguhan pada gambar itu. Dan Bunda histeris, "Nisa, jangan pakai rambutmu kalau mau prakarya! Pakai benang wol. Sini, mana rambut yang digunting?". Saya sudah tertawa geli. "Ini?" Nisa menunjuk bagian rambut yang dia potong.

Ini rambut Nisa yang digunting untuk prakarya :D
Oh, indahnya mengasuh anak-anak. Betapa rugi orang-orang yang melewatkan hal-hal seperti ini :)



8 komentar:

  1. nice post....salam kenal...saya emak dengan anak2 pelaku HS juga

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, salam kenal juga Mbak. Saling berbagi ya ilmunya tentang HS ;)

      Hapus
  2. Anak2 memang unik ya, kadang bisa menjadi hiburan tesendiri buat kita. Salam kenal...

    BalasHapus
  3. ya ampuuunn... smoga rambutnya panjang... kepotong lumayan panjang itu, kalo pendek ya kan jadinya aneh :))))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Rambutnya pendek, Mbak Carra haha.. Jadinya botak :p~

      Hapus
  4. hehehe saya paling suka mengamati tingkah anak2, gemesin dan lucu bisa stress hilang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau saya lebih suka lebur daripada hanya mengamati :D

      Hapus